Kitab Sahih Bukhari, hadits bagaimanakah Islam yang paling baik?
KASATMATA.TV – Kitab Sahih Bukhari, hadits bagaimanakah Islam yang paling baik?
Hadits Islam yang Paling Baik
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الإِسْلاَمِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ، وَيَدِهِ
Dari Abi Musa ra berkata, “Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimanakah Islam yang paling (baik) afdhal itu?” Beliau menjawab, “Seorang muslim yang menyelamatkan orang muslim lainnya dari bencana akibat perbuatan lidah dan tangannya.” (HR. Bukhari)
Keterangan Hadits:
Apabila ada pertanyaan, “Kata الإِسْلَام di sini adalah memakai bentuk singular (tunggal), sedang kata yang datang setelah kata أَيُّ harus berbentuk plural.” Maka jawabnya, bahwa dalam hadits ini ada bagian kata yang dihapus, karena kalimat yang sebenarnya adalah, أَيُّ ذَوِي الإِسْلَامِ.
Pengertian seperti ini diperkuat dengan adanya riwayat muslim yang menggunakan redaksi, أَيُّ المُسْلِمِينَ أَفْضَلُ (orang-orang Islam bagaimanakah yang paling afdhal). Jika kedua redaksi di atas diformulasikan, maka keutamaan seorang muslim akan dapat dicapai dengan melakukan salah satu dari sifat atau hal-hal yang disebutkan dalam hadits tersebut.
Pengertian seperti ini menjadi lebih baik dari pengertian yang dikemukakan oleh sejumlah penyarah yang menyatakan bahwa maksud pertanyaan dalam hadits ini adalah, أَيُّ خِصَالِ الإِسْلَامِ أَفْضَلُ.
Menurut kami, pengertian seperti inilah yang paling tepat, karena dengan pengertian seperti ini akan timbul pertanyaan lain, seperti menanyakan tentang “karakter Islam yang utama”, tetapi dijawab dengan orang yang mempunyai karakter tersebut.
Apakah hikmah dari bentuk pertanyaan dan jawaban seperti ini?
Jawabnya, mungkin bentuk pertanyaan seperti ini mengikuti gaya bahasa Al Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 215:
يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ
Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”.” (QS. Al-Baqarah: 215
Dengan pengertian seperti itu, kita tidak lagi membutuhkan penakwilan.
Jika karakter kaum muslimin yang berhubungan dengan Islam lebih utama dari sebagian karakter yang lain.
Maka tampak jelas bagi kita korelasi hadits ini dengan hadits sebelumnya yang disebutkan Imam Bukhari tentang perkara iman, dimana beliau menyebutkan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang, karena iman dan Islam merupakan dua sinonim yang sama. []
Sumber: Ibnu Hajar Al-Asqalani, “Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shahih Al Bukhari).”