Mereka bagai binatang, tak berhati tak berakal.
KASATMATA.TV – Manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna dengan keberadaan akal untuk berfikir, tidak seperti hewan yang memiliki otak tapi tak mampu berakal atau berfikir. Namun ia juga diibaratkan bagai binatang ternak sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-A’raf ayat 179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf: 179).
Ada istilah yang menyatakan ‘manusia seperti hewan’, maksudnya adalah bukan dalam bentuk fisik manusia itu berwujud seperti hewan, namun sifat dan perangainyalah yang menyerupai hewan.
Misalnya, orang yang tak tahu malu dengan berbuat keburukan semaunya sendiri, suka maksiat atau orang yang tidak beretika.
Penyerupaan seperti halnya hewan wajar, karena hewan berbuat apapun dia tidak akan pernah merasa malu karena dia termasuk mahluk yang tak berakal.
Ketika manusia yang memiliki akal namun tidak dipakai untuk berfikir agar menghasilkan perbuatan baik, maka tak ubahnya ia bagaikan hewan.
Istilah tersebut seakan memberi isyarat kepada kita bahwa ada di antara manusia yang wujud dan tampilannya berupa manusia tetapi sifat dan perbuatannya seperti binatang.
Kandungan Surah Al-A’raf Ayat 179 di atas secara gamblang menyinggung fenomena tersebut, memang benar ada manusia yang seperti binatang.
Kebanyakan Isi Neraka Jahannam adalah Jin dan Manusia
Sesungguhnya Allah Swt menciptakan banyak makhluk dari jin dan manusia yang dipersiapkan untuk melakukan perbuatan yang bisa mengantarkan mereka ke neraka Jahannam, demikian pula bisa mengantarkan mereka ke syurga.
Allah Swt berfirman tentang tempat kembali kedua kelompok tersebut, “… Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam,” (QS. Asy Syura [42]: 7).
Dan Allah SWT berfirman tentang keadaan mereka pada hari Kiamat, “… Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia,” (QS Huud [11]: 105).
Dalam kajian tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas bermakna bahwa Kami (Allah) telah menyiapkan neraka Jahannam untuk kebanyakan manusia dan jin, karena itulah mereka akan cenderung melakukan perbuatan ahli neraka.
Sesungguhnya ketika Allah hendak menciptakan makhluk, Ia telah mengetahui apa yang akan mereka perbuat sebelum mereka ada.
Hal itu telah Allah tulis sebelum Ia menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana disebut dalam hadits shahih bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah tentukan takdir makhluk lima puluh tahun sebelum Ia menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arasy-Nya di atas air,” (HR. Muslim).
Ada dua pertimbangan yang bisa ditangkap dari ayat di atas, yaitu:
Pertama, sesungguhnya pengetahuan Allah telah mengcangkup, bahwa mereka (kebanyakan jin dan manusia) itu akan terjerumus ke neraka Jahannam.
Dan hal ini Allah tidak membutuhkan terlihatnya perbuatan mereka yang menjadikan masuk neraka, sebab ilmu Allah itu universal dan integral. Tidak terbatas pada zaman dan gerakan yang melahirkan perbuatan di dunia hamba yang baru.
Kedua, sesungguhnya pengetahuan Allah yang azali yang tidak terkait dengan zaman dan gerakan di dunia hamba yang baru, bukanlah yang mendorong kebanyakan jin dan manusia kepada kesesatan, melainkan dipicu oleh faktor yang disebut secara tekstual oleh ayat di atas,
“Mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).”
Mereka tidak membuka akal yang dianugerahkan kepada mereka dengan selebar-lebarnya untuk memahami (ayat-ayat Allah).
Mereka juga tidak membuka mata untuk melihat ayat kauniyah, tanda-tanda kekuasaan Allah yang terkait dengan alam semesta.
Mereka pun tidak membuka telinga untuk mendengar ayat-ayat Allah yang dibaca, dikaji, dan di dakwahkan. Mereka benar-benar menelantarkan perangkat-perangkat yang dianugerahkan kepada mereka.
Karena itu, mereka hidup dalam kelalaian dan tidak pernah melakukan kontemplasi (perenungan). Maka mereka dikatakan, “Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai“.
Akal adalah Pemimpin Tubuh
Penyebutan secara khusus akal atau hati, mata dan telinga, menunjukkan betapa pentingnya ketiga organ ini.
Mereka bisa mengantarkan ke surga manakala digunakan dengan baik untuk meningkatkan ilmu, iman dan takwa.
Akan tetapi, mereka juga bisa menjerumuskan ke neraka manakala ditelantarkan dan tidak digunakan untuk memahami Allah.
Didahulukannya akal dari penyebutan mata dan telinga juga memperlihatkan urgensi hati atau akal bagi keseluruhan tubuh manusia.
Hati menjadi tempat, kekuatan berpikir dan keyakinan manusia. Karena itu, hati sangat menentukan baik dan buruk manusia secara menyeluruh, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal organ, bila ia baik maka baiklah seluruh tubuh manusia itu. Dan bila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Organ itu adalah hati (akal),” (HR Bukhari Muslim).
Dengan demikian, menjaga kesehatan akal berarti menjaga manusia secara keseluruhan. Sedangkan membiarkan akal rusak sama dengan merusak manusia itu sendiri.
Hal ini sangatlah rasional mengingat hati adalah tempat bersemayamnya keyakinan yang akan menentukan visi hidup seorang manusia, sumber niat, motivasi, selera dan emosi yang akan mengarahkan amal seseorang dan menentukan mutunya.
Tak Berhati Tak Berakal
Kalimat penutup ayat 179 surat Al-A’raf di atas menegaskan, ketika manusia menelantarkan fungsi akal atau hati, mata dan telinga, maka ia disamakan seperti binatang yang tidak berhati dan berakal. Karena itu, ayat tersebut memberi sinyal penting akan adanya manusia yang berperilaku binatang.
Tampilan oke, parlente, semua pernak-pernik dan hiasan dunia menempel di tubuhnya, namun perilakunya bagai binatang.
Seperti pejabat yang menjarah dan mengorupsi uang rakyat milyaran rupiah dan membiarkan sebagian rakyatnya mengidap busung lapar dan gizi buruk.
Contoh lain, orang yang merekam video perbuatan mesumnya lalu perbuatan asusilanya itu ditonton oleh sekian juta mata. Mereka bagai binatang, tak berhati tak berakal.
Semoga hikmah dan kandungan surah Al-A’raf ayat 179, kita dijauhkan dari segala perilaku buruk yang akan mengantarkan kita ke neraka.
Semoga amar ma’ruf nahi munkar selalu menghiasi amal ibadah kita yang akan dicatat oleh Allah sebagi amal kebaikan yang akan membawa kita ke surga, dengan mensyukuri segala nikmat yang Allah Swt berikan kepada kita dan mempergunakannya sebagaimana fitrahnya organ tubuh itu diciptakan. []