Kejahatan dalam bidang legislasi, yakni pembuatan undang-undang atau peraturan yang tidak adil, hampir tidak pernah disebut sebagai korupsi
SUNGGUH sangat beruntung Anda tidak menjadi rakyat di Negeri Sebelah, sehingga bisa seenaknya mencaci maki dan mengkritik pemimpin. Terlebih lagi dipimpin sosok raja yang bisa seenaknya mengatur legislasi.
Sebagai seorang raja tentu berkeinginan putranya untuk melanjutkan estafet kepemimpinan atau penerus tahta kerajaan. Seperti kisah epik Mahabharata, raja Hastinapura yakni Destarata ingin mewarikan kekuasaan kepada putranya Duryodhana.
Melalui pengabaian terhadap legislasi Destarata berani mengubah aturan dan bahkan mengaburkan simbol nilai-nilai kebenaran, keadilan dan moral. Tentu ini soal penerus tahta, terlebih lagi putranya dengan arogan ingin menduduki kursi tahta kerajaan.
Duryodhana sosok ambisius, sehingga membuat Raja Destarata menghadapi dilema moral dan politik. Ketika ia berani mewariskan kekuasaanya bukan kepada Pandawa.
Pilihan sang pemimpin bukan mencerminkan kegagalannya dalam memimpin Negeri Sebelah, tapi soal keberlanjutan dinasti dan oligarki yang dibangun. Sebab sang pemimpin telah membangun simbol-simbol kuasa, contohnya membangun ibu kota baru Negeri Sebelah.
Ini seperti pesan Kiai Cungkring, “Jika kamu ingin dikenal dan dikenang, bangunlah karya yang megah. Sebab sejarah yang digali puing-puing bangunan atau peninggalan fisiknya bukan moralnya.”
Semacam tips bagi calon kepala daerah atau pemimpin, jika kamu ingin dikenal dan dikenang bangunlah menara bukan membangun moral maupun etika. Misalnya membangun jalan, gedung maupun rumah ibadah.
Maka orang akan bertanya, “Ini yang memberi pembangunan jalan siapa?”
Orang tidak akan bertanya, “Apakah pemakai jalan ini sudah beretika, tidak ngebut saat mengendarai motor.”
Tentu bangunan karya dan menara itu harus benar-benar jadi dan pantas atau layak untuk masyarakat. Bukan seperti Wisma Atlet, yang justru akan mengukir buruknya sejarah kepemimpinan.
Oleh karena itu tahta dan bangunan peradaban ini harus berlanjut dan legislasi harus dipersiapkan dengan baik sehingga kekuasaan tetap dipegang dan pembangunan berkelanjutan.
Soal politik dinasti dan oligarki itu tidak salah, ini bukan korupsi jadi sah-sah saja. Apalagi mengubah dan membuat aturan atau undang-undang baru sesuai dengan kepentingan, selama tidak melanggar itu juga sah-sah saja.
Sebab korupsi sudah disalahpahami oleh kebanyakan orang sebagai tindakan yang hanya terkait dengan penjarahan harta rakyat atau tindakan yang merugikan keuangan rakyat.
Padahal arti korupsi mencakup setiap tindakan yang mencederai amanat rakyat atau secara moral tidak bersih atau tidak dibenarkan. Kesalahpahaan ini tentu dapat dimaklumi, karena KPK, lembaga resmi yang menangani korupsi pun hanya memahami korupsi dalam arti yang sempit.
Kejahatan dalam bidang legislasi, yakni pembuatan undang-undang atau peraturan yang tidak adil, hampir tidak pernah disebut sebagai korupsi dan tidak ada sanksi bagi pelakunya, padahal kejahatan ini mengorbankan dan menista seluruh rakyat.
Penyalahgunaan jabatan untuk membuat produk undang-undang atau peraturan yang bertentangan dengan rasa keadilan adalah jelas tindakan korup yang tingkatanya lebih tinggi daripada penjarahan uang rakyat.
Akan tetapi tidak ada lembaga resmi yang bertugas secara aktif untuk memberantasnya. Makamah Konstitusi hanya bertindak ketika ada gugatan dari masyarakat.
Jadi sah-sah saja apa yang terjadi di Negeri Sebelah yang berusaha mengatur dan mengubah legislasi untuk kepentingan dinasti politik dan oligarki.
Tulisan ini saya tutup sesuai pembahasan tentang legislasi dengan puisi yang berjudul Uang Legislasi yang termuat di buku Puisi Menolak Korupsi (2013) dan buku Kumpulan Puisi ini menjadi petanda awal Gerakan Puisi Menolak Korupsi.
UANG LEGISLASI
kita mengira korupsi berurusan
dengan mata uang
uang rakyat tentunya
coba sedikit renung
akar masalahnya
korupsi memang bahaya
sekali tembak
satu juta penduduk
hilang seketika
otak kita dipenuhi
dengan bahan material
adanya uang dan uang
lupa korupsi sesungguhnya
awas bahaya laten, katanya.
korupsi bukan soal mata suang semata
paling bahaya korupsi
legislasi dan aturan
sehingga siap-siaplah engkau
jadi korban seterusnya.
Semarang (07/08/2013).
Tulisan ini termuat di: Garistebal.com