Merasa kesal maksudnya tak kesampaian, tiga batang anak panah itupun ia buat patah.
SAAT Arab belum tersentuh Islam, ketidakmampuan membalas dendam dianggap sebagai pertanda nasib buruk.
Adalah Imru al-Qais, seorang penyair mu’alliqat tersohor di zamannya.
Syahdan lelaki ini menaruh dendam atas Bani Asad.
Pasalnya, kabilah ini berbuat kesalahan yang kelewat parah; mereka telah membunuh ayahnya.
Berbekal tiga anak panah undian, ia pun pergi mencari wangsit di tempat pemujaan berhala Dzul Khulashah.
Masing-masing anak panah akan menentukan satu di antara tiga pilihan: “balas secepatnya, tunda, dan urungkan.”
Sesampainya di depan Dzul Khulashah, segera ia mengundi. Tapi lacur, berkali-kali ia melempar anak panah; yang keluar selalu ‘urungkan balas dendam.’
Merasa kesal maksudnya tak kesampaian, tiga batang anak panah itupun ia buat patah.
Karena kelewat kesal, dilemparkannya anak panah itu ke muka Dzul Khulashah sambil berteriak marah, “Bedebah!
Kalau saja bapakmu yang kena bunuh, kau pasti tak melarang balas dendam!” []
(Dari: Spanish Islam, Dozy)
Sumber: Kisah-Kisah Teladan: Rasulullah, Para Sahabat dan Orang-orang Saleh. Penulis: M. Ebrahim Khan.